1. Sejarah Hukum Internasional
Hukum internasional modern lahir bersamaan dengan lahirnya masyarakat internasional yang berdasarkan atas negara-negara nasional. Negara-negara nasional modern lahir pada saat ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia. Perjanjian ini menandai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Dalam praktiknya, hukum internasional memiliki arti secara luas. Pengertian hukum internasional mencakup hukum yang mengatur hubungan antarbangsa. Berdasarkan pengertian ini, maka hukum internasional sudah ada sejak masa sebelum Masehi. Hal tersebut dapat diketahui dari lingkungan kebudayaan India kuno. Dalam kebudayaan tersebut telah terdapat kaidah-kaidah dan lembaga-lembaga hukum yang mengatur hubungan antarkasta, suku-suku bangsa, dan raja-raja.
a. Masa sebelum Masehi
Perkembangan hukum internasional pada masa abad sebelum Masehi dapat ditemukan dalam kebudayaan berbagai bangsa. Di antara bangsa-bangsa tersebut adalah India, Yahudi, Yunani, dan Romawi. Keempat bangsa dengan peradaban besar tersebut meninggalkan konsep-konsep hukum yang berguna dalam mengembangkan hukum internasional.
1) Bangsa India
Pada abad VI SM, kerajaan-kerajaan di India sudah mengadakan hubungan satu sama lain yang diatur oleh adat kebiasaan, yang dinamakan Dasa Dharma. Berlakunya hukum di India pada masa sebelum Masehi tertulis dalam Arta Satra Gautamasutra. Kitab ini ditulis oleh Canakya atau Kautilya. Arta Satra Gautamastra memuat tentang hukum kerajaan dan hukum keluarga, serta hukum kasta. Selanjutnya pada abad V SM muncul undang-undang Manupada. Undang-undang ini memuat tentang hukum kerajaan. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat diketahui bahwa pada waktu itu sudah ada hukum internasional yang mengatur hubungan antara raja-raja. Meskipun demikian, hukum yang berlaku pada masa sebelum Masehi belum dapat disamakan persis dengan hukum internasional pada saat ini.
Hukum bangsa-bangsa pada zaman India kuno sudah mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak-hak istimewa diplomat atau utusan raja(duta). Demikian juga diatur tentang perjanjian (treaties), hak-hak dan kewajiban raja. Hukum perang waktu itu juga sudah ada dan jelas pengaturannnya.
2) Bangsa Yahudi
Kitab yang dianggap sebagai sumber hukum bagi bangsa Yahudi Kuno adalah Kitab Perjanjian Lama. Melalui kitab tersebut, bangsa Yahudi mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing, dan cara melakukan perang. Dalam hukum perang, masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
3) Bangsa Yunani
Lingkungan kebudayaan Yunani terdiri dari negara-negara kecil. Menurut hukum negara kota, penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk hukum internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di manapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia. Konsep ini mulai dikenal pada abad III SM.
4) Bangsa Romawi
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu Imperium Roma. Imperium ini menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Dengan demikian, tidak ada tempat bagi kerajaan - kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa - bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan.
Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum internasional. Konsep hukum bangsa Romawi antara lain occupatio servitut, bona fi des, serta asas pacta sunt servanda.
Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium.
Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, di manapun mereka berada. Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
b. Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar. Adapun kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Takhta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlainan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Kekaisaran Islam. Kekaisaran Byzantium mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya, praktik diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan hukum internasional. Adapun Kekaisaran Islam memberikan sumbangan penting dalam bidang hukum perang.
c. Perjanjian Westphalia 1648
Perjanjian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern. Perjanjian ini bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa hukum internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional, karena:
1) Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang di Eropa.
2) Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara masing-masing.
4) Kemerdekaan Belanda, Swiss, dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat internasional yang baru. Bentuk masyarakat didasarkan atas negara-negara nasional, tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan. Bersamaan dengan bentuk baru tersebut, juga terjadi perubahan mengenai hakikat negara dan pemerintahan. Praktik kenegaraan dan peerintahan dilaksanakan dengan melakukan pemisahan antara kekuasaan negara dan pemerintahan dengan pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperkuat dengan Perjanjian Utrech. Berdasarkan Perjanjian Utrech, semua aktivitas politik internasional dilaksanakan berdasarkan asas keseimbangan kekuatan.
Hukum internasional modern lahir bersamaan dengan lahirnya masyarakat internasional yang berdasarkan atas negara-negara nasional. Negara-negara nasional modern lahir pada saat ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia. Perjanjian ini menandai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Dalam praktiknya, hukum internasional memiliki arti secara luas. Pengertian hukum internasional mencakup hukum yang mengatur hubungan antarbangsa. Berdasarkan pengertian ini, maka hukum internasional sudah ada sejak masa sebelum Masehi. Hal tersebut dapat diketahui dari lingkungan kebudayaan India kuno. Dalam kebudayaan tersebut telah terdapat kaidah-kaidah dan lembaga-lembaga hukum yang mengatur hubungan antarkasta, suku-suku bangsa, dan raja-raja.
a. Masa sebelum Masehi
Perkembangan hukum internasional pada masa abad sebelum Masehi dapat ditemukan dalam kebudayaan berbagai bangsa. Di antara bangsa-bangsa tersebut adalah India, Yahudi, Yunani, dan Romawi. Keempat bangsa dengan peradaban besar tersebut meninggalkan konsep-konsep hukum yang berguna dalam mengembangkan hukum internasional.
1) Bangsa India
Pada abad VI SM, kerajaan-kerajaan di India sudah mengadakan hubungan satu sama lain yang diatur oleh adat kebiasaan, yang dinamakan Dasa Dharma. Berlakunya hukum di India pada masa sebelum Masehi tertulis dalam Arta Satra Gautamasutra. Kitab ini ditulis oleh Canakya atau Kautilya. Arta Satra Gautamastra memuat tentang hukum kerajaan dan hukum keluarga, serta hukum kasta. Selanjutnya pada abad V SM muncul undang-undang Manupada. Undang-undang ini memuat tentang hukum kerajaan. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat diketahui bahwa pada waktu itu sudah ada hukum internasional yang mengatur hubungan antara raja-raja. Meskipun demikian, hukum yang berlaku pada masa sebelum Masehi belum dapat disamakan persis dengan hukum internasional pada saat ini.
Hukum bangsa-bangsa pada zaman India kuno sudah mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak-hak istimewa diplomat atau utusan raja(duta). Demikian juga diatur tentang perjanjian (treaties), hak-hak dan kewajiban raja. Hukum perang waktu itu juga sudah ada dan jelas pengaturannnya.
2) Bangsa Yahudi
Kitab yang dianggap sebagai sumber hukum bagi bangsa Yahudi Kuno adalah Kitab Perjanjian Lama. Melalui kitab tersebut, bangsa Yahudi mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing, dan cara melakukan perang. Dalam hukum perang, masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
3) Bangsa Yunani
Lingkungan kebudayaan Yunani terdiri dari negara-negara kecil. Menurut hukum negara kota, penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk hukum internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di manapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia. Konsep ini mulai dikenal pada abad III SM.
4) Bangsa Romawi
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu Imperium Roma. Imperium ini menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Dengan demikian, tidak ada tempat bagi kerajaan - kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa - bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan.
Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum internasional. Konsep hukum bangsa Romawi antara lain occupatio servitut, bona fi des, serta asas pacta sunt servanda.
Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium.
Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, di manapun mereka berada. Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
b. Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar. Adapun kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Takhta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlainan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Kekaisaran Islam. Kekaisaran Byzantium mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya, praktik diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan hukum internasional. Adapun Kekaisaran Islam memberikan sumbangan penting dalam bidang hukum perang.
c. Perjanjian Westphalia 1648
Perjanjian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern. Perjanjian ini bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa hukum internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional, karena:
1) Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang di Eropa.
2) Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara masing-masing.
4) Kemerdekaan Belanda, Swiss, dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat internasional yang baru. Bentuk masyarakat didasarkan atas negara-negara nasional, tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan. Bersamaan dengan bentuk baru tersebut, juga terjadi perubahan mengenai hakikat negara dan pemerintahan. Praktik kenegaraan dan peerintahan dilaksanakan dengan melakukan pemisahan antara kekuasaan negara dan pemerintahan dengan pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperkuat dengan Perjanjian Utrech. Berdasarkan Perjanjian Utrech, semua aktivitas politik internasional dilaksanakan berdasarkan asas keseimbangan kekuatan.
Comments
Post a Comment