Skip to main content

Makalah Money Laundering Perbankan - Aspek Hukum Dalam Bisnis

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang 
Saat ini seiring dengan perkembangan masa yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus globalisasi yang membuat dunia kejahatan pun mulai mengalami kemajuan. Hal ini terlihat banyak sekali kejahatan baru bermunculan karena proses kriminalisasi, seperti kejahatan cyber crime, drugs trafficking, terrorism, dan lainnya.
Dunia internasional pun di buat kesulitan dalam memberantas kejahatan-kejahatan yang menunjukan kemajuan signifikan. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat internasional untuk melakukan tindakan preventif dan bahkan represif untuk menanggulangi kejahatan-kejahatan itu. Hal ini di sinyalir bahwa kejahatan-kejahatan itu telah menembus dimensi dan bahkan batas-batas Negara kemudian timbulah beberapa tipologi kejahatan yang dianggap luar biasa, seperti korupsi, terorisme, dan pencucian uang.
Namun pada saat sekarang ini dunia internasional dikejutkan dengan maraknya tindak pidana pencucian uang dan bahkan kejahatan ini merupakan salah satu detik ekonomi yang bisa menembus batas-batas Negara dan dimensi internasional melalui system perbankan. Kejahatan ini dikenal dengan istilah money laundering dimana kejahatan ini adalah suatu kejahatan dengan upaya untuk mencuci uang yang diperoleh dari hasil kejahatan atau tindak pidana agar dijadikan uang yang sah melalui sektor perbankan. Kejahatan inilah yang menyerang sistem perbankan dalam tatanan perekonomian, tentu saja hal ini menimbulkan suatu dampak yang buruk bagi sistem perbankan.



B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, berikut ini merupakan permasalahan-permasalahan yang timbul dan akan di bahas dalam makalah ini yaitu :
1.      Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kejahatan pencucian uang atau money laundering di dunia perbankan terhadap perekonomian di Indonesia dan bagaimana upaya  perbankan untuk mencegah kegiatan Money Laundering tersebut  ?

C.    Tujuan
Tulisan ini bertujuan agar dapat mengetahui tentang dampak yang ditimbul dari kejahatan pencucian uang atau money laundering di dunia perbankan terhadap perekonomian di Indonesia dan upaya  perbankan untuk mencegah kegiatan Money Laundering, sehingga meminimalkan terjadinya tindak kejahatan Money Laundering tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Praktek Money Laundering

Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan sebutan money laundering sekarang telah menjadi pembahasan oleh khalayak. Saat ini bahkan banyak sekali literatur yang menerangkan tentang kejahatan ini terutama buku yang berkaitan dengan kriminologi. Permasalahan mengenai money laundering telah menjadi topik dan buah bibir tersendiri oleh masyarakat dunia internasional. Hal ini dikarenakan kejahatan ini telah menembus ruang dan batas-batas Negara. Kejahatan pencucian uang ini di dalam ilmu kriminologi dikategorikan merupakan salah satu bentuk kejahatan organizated crime karena didalam kejahatan ini terdapat pihak-pihak tertentu yang ikut serta dalam menikmati hasil uang haram ini dan pihak-pihak tersebut pula yang mengatur operasi kejahatan.
Istilah pencucian uang atau money laundering ini telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian yang saat itu terkenal di Amerika Serikat. Al Capone adalah seorang penjahat terkenal Amerika Serikat masa lalu, ia melakukan money laundering terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal mula nama money laundering.
Usaha binatu milik Al Capone ini ternyata berkembang maju dengan berbagai perolehan hasil uang haram dari proses kejahatan lain yang berapa cabang usaha yang ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil proses minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil perusahaan pelacuran.
Pada dekade 1980-an uang haram ini semakin berkembang hal ini di tandai dengan berkembangnya bisnis-bisnis haram seperti perdagangan narkoba dan obat bius yang membuat untung miliaran dollar kemudian munculah istilah narco dollar. Tidak hanya kegiatan perdagangan narkoba, akan tetapi kegiatan perjudian dan pelacuran turut meramaikan perkembangan money laundering pada dekade 1980-an ini. Sumber-sumber uang inilah yang kita kenal dengan pencucian uang, lalu uang ini di masukkan pada sektor legal dan uang itu pun menjadi  tercuci bersih.
Sejalan dengan kemajuan IPTEK ternyata sektor perbankan merupakan sasaran empuk untuk kegiatan pencucian uang mengingat dari sektor inilah yang paling memungkinkan untuk hal ini. Sektor perbankan merupakan sebuah sektor yang memberikan layanan pada lalu lintas keuangan yang dapat dipakai untuk menyembunyikan asal usul uang haram ini.
Dengan adanya globalisasi perbankan maka dana hasil kejahatan ini bergerak menembus batas yurisdiksi suatu Negara dengan menembus faktor kerahasian bank yang dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme inilah dana dari kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum punya sistem hukum yang kuat untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang ini atau karena suatu Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat seperti Negara Swiss.

B.    Pengertian Money Laundering

Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003  berbunyi: Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan , atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau diduga (seharusnya “patut diduga”) merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Tindak Pidana Pencucian Uang ( Money Laundering) secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organized crime maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotik dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang  sah tanpa terdeteksi bahwa uang tersebut berasal dari kegiatan ilegal.
Adapun latar belakang para pelaku pencucuian uang melakukan aksinya adalah dengan maksud memindahkan atau menjauhkan para pelaku itu dari kejahatan yang menghasilkan proceeds of crime, memisahkan proceeds of crime dari kejahatan yang dilakukan, menikmati hasil kejahatan tanpa adanya kecurigaan kepada pelakukanya, serta melakukan reinvestasi hasil kejahatan tersebut untuk aksi kejahatan selanjutnya atau ke dalam kegiatan usaha yang sah.
Kegiatan money laundering dalam sistem keuangan pada umumnya dan sistem perbankan pada khususnya memiliki risiko yang sangat besar. Risiko tersebut antara lain risiko operasional, risiko hukum, risiko terkonsentrasinya transaksi, dan risikoreputasi. Bagi perbankan Indonesia tindakan pencucian uang merupakan suatu hal yang sangat rawan karena pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem keuangan di Indonesia diperkirakan mencapai 93%. Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti money laundering.
Kedua, tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan pencucian uang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya, sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum.
Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang dapat berupa :

1.         Penyimpanan uang hasil kejahatan dengan nama palsu atau dalam safe
deposit box.
2.         Penyimpanan uang dalam bentuk deposito/tabungan/ giro.
3.         Penukaran pecahan uang hasil perbuatan illegal.
4.         Pengajuan permohonan kredit dengan jaminan uang yang disimpan padabank yang bersangkutan.
5.         Penggunaan fasilitas transfer atau EFT.
6.         Pemalsuan dokumen-dokumen L/C yang bekerjasama dengan oknum pejabat bank terkait danpendirian/pemanfaatan bank gelap.

            Hal tersebut dapat terjadi mengingat adanya kemudahan dalam proses pengelolaan hasil kejahatan pada berbagai kegiatan usaha bank. Disamping itu, karena organisasi kejahatan membutuhkan pengelolaan cash flow keuangan dengan cara menempatkan dananya dalam kegiatan usaha perbankan maka penggunaan bank merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam upaya mengaburkan asal-usul sumber dana. Hal tersebut menunjukkan eratnya keterkaitan antara organisasi kejahatan dan lembaga keuangan terutama bank.

            Disamping itu, dengan berlakunya sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), maka dalam hitungan detik pelaku kejahatan dapat dengan mudah memindahkan dana hasil kejahatan yang dilakukan. Penggunaan media pembayaran yang bersifat elektronik (electronic funds transfer) akan lebih menyulitkan pelacakan ditambah pula apabila dana tersebut masuk ke dalam sistem perbankan di negara yang ketat dalam menerapkan ketentuan rahasia bank.



C.    Tahap-Tahap Money Laundering

Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu sebagai berikut:
1.      Tahap Placement (Penempatan)
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam sistem keuangan berarti uang itu telah masuk juga ke dalam sistem keuangan Negara yang bersangkutan. Oleh karena itu, uang yang telah ditempatkan di suatu bank selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di Negara tersebut maupun di Negara lain, maka uang tersebut buka saja telah masuk ke dalam sistem keuangan Negara yang bersangkutan tetapi juga telah masuk ke dalam sistem keuangan global atau internasional. Jadi placement (penempatan) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan lain yaitu sebagai berikut:
a)         Menempatkan dana pada bank. Terkadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan kredit atau pembiayaan.
b)        Menyetorkan uang pada bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit.
c)         Menyeludupkan uang dari suatu Negara ke Negara lain.
d)        Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit atau pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
e)         Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa keuangan lain.

Dengan placement (penempatan) ini merupakan fase pertama proses pencucian uang haram adalah memindahkan uang haram dari sumber asal uang itu untuk menghindari jejaknya agar sumber uang itu tidak diketahui oleh penegak hukum.

2.      Tahap Layering (Pelapisan)
Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement (penempatan) ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram tersebut. Disamping cara tersebut, langkah lain yang digunakan adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin account dari perusahaan fiktif atau semu dengan memanfaatkan aspek kerahasiaan bank dan keistimewaan hubungan antara nasabah bank dengan pengacara. Upacaya ini dilakukan untuk menghilangkan jejak atau usaha audit sehingga seolah-olah merupakan transaksi finansial yang legal.

3.      Tahap Integration (Penggabungan)
Tahap integration merupakan tahap pengumpulan dan menyatukan kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus keuangan yang sah. Pada tahap ini hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit dikenali hasil tindak pidana dan muncul kembali sebagai asset investasi yang tampaknya legal. Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitas-aktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa ada hubungan ke dalam bisnis haram tersebut sebelumnya. Pada tahap ini uang haram yang telah diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang sesuai dengan aturan hukum dan telah berubah menjadi legal.


D.    Modus-Modus Money Laundering

      Dengan memperhatikan tahap-tahap proses money landering maka dapat dikatakan bahwa modus kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan melalui cara-cara antara lain:

1.      Melalui Kerja Sama Modal
      Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa keluar Negeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerja sama modal. Keuntungan investasi ini akan di investasikan kembali dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain di nikmati sebagai uang yang sudah bersih, karena tampaknya diolah secara legal, bahkan sudah dikenakan pajak.

2.      Melalui Agunan Kredit
      Uang tunai diseludupkan ke luar Negeri, lalu disimpan di bank Negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke bank Swiss misalnya dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke Negara asal uang haram tersebut.

3.      Melalui Perjalanan Luar Negeri
Uang tunai di transfer ke luar Negeri melalui bank asing yang ada dinegaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan di bawa kembali ke Negara asalnya oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.

4.      Melalui Penyamaran Usaha Dalam Negeri
Dengan uang tersebut didirikan perusahaan samaran, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak, namun kesannya usaha tersebut telah menghasilkan uang bersih.
5.         Melalui Penyamaran Perjudian
Dengan uang tersebut didirikanlah usaha perjudian dimana pelaku akan dibuat menang, sehingga ada alasan asal usul uang tersebut. Sehingga menjelaskan bahwa uang itu adalah hasil dari hasil perjudian.

6.         Melalui Penyamaran Dokumen
Uang tersebut secara fisik tidak kemana-mana, namun keberadaannya di dukung oleh berbagai dokumen palsu atau dokumen yang di ada-adakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar terkesan uang itu sebagai hasil kegiatan luar negeri.

7.      Melalui Pinjaman Luar Negeri
Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan ke dalam negeri dalam bentuk pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan dapat bantuan pinjaman kredit dari luar negeri.

8.    Melalui Rekayasa Pinjaman Luar Negeri
Uang tidak kemana-mana hanya di buat rekayasa bahwa ada dokumen yang seakan-akan ada bantuan pinjaman luar negeri. Jadi memang tidak ada pihak yang memberikan pinjaman yang ada hanya dokumen pinjaman, yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.

E.    Hukum Money Laundering

      Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:
Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang-uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.



F.     Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Money Laundering

Menurut Sutan Remi Sjahdeni, ada beberapa faktor pendorong maraknya kegiatan Pencucian Uang di berbagai negara. Faktor – faktor tesebut antara lain :
1.      Faktor Globalisasi, seperti yang diungkapkan oleh Pino Arlacchi, Executive Director dari US Offices For Drug Control and Crime Prevention pada pertengahan 1998 sebagai berikut : “globalisasi telah mengubah sistem keuangan internasional kedalam tujuan para pelaku pencucian uang, dan proses tindakan kriminal ini menyelewengkan triliunan dolar setiap tahun dari pertumbuhan ekonomi disaat kondisi keuangan baik di setiap negara yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas pasar global.
2.      Faktor Cepatnya Kemajuan Teknologi, kemajuan yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah kemajuan di bidang informasi, yaitu dengan munculna internet yang memperlihatkan perkembangan kemajuan yang luar biasa. Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, maka batas – batas negara menjadi tidak berarti lagi, dan dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Kejahatan – kejahatan terorganisasi menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara – negara sehingga kejahatan – kejahatan tersebut berkembang menjadi kejahatan – kejahatan transnasional. Pada saat ini organisasi kejahatan dapat secara mudah dan cepat memindahkan uang dalam jumlah yang besar dari suatu yurisdiksi ke yurisdiksi yang lain.
3.      Faktor Ketentuan Rahasia Bank Yang Sangat Ketat Dari Negara Yang Bersangkutan, berkaitan dengan reformasi di bidang perpajakkan ( Tax Reforms ) dari negara – negara Uni-Eropa yang dalam pertemuan para menteri keuangan negara – negara tersebut telah menghimbau agar meniadakan ketentuan – ketentuan yang menyangkut rahasia bank.
4.      Faktor Belum Diterapkannya Asas “ Know Your Customer “ atau Asas “ Prinsip Mengenal Nasabah “ bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya secara sungguh – sungguh, adanya suatu negara yang memungkinkan seseorang menyimpan dana di suatu bank dengan menggunakan nama samaran atau tanpa nama.
5.      Faktor Makin Maraknya Electronic Banking, electronic banking adalah proses pelayanan jasa dan produk perbankan dengan memanfaatkan jaringan elektronik, antara lain dengan diperkenankannnya ATM dan Wire Transfer. Electronic banking telah memberikan peluang kepada para pelaku pencucian uang untuk melakukan pencucian uang model baru melalui jaringan internet yang disebut cyberloundering.
6.      Faktor Penggunaan Electronic Money atau Uang Elektronik, Bank For International Settlements mendefenisikan Electronic Money sebagai mekanisme penyimpanan nilai dan atau pembayaran yang dilakukan secara elektronik. Dengan kata lain E-Money memiliki dua fungsi uang yakni sebagai penyimpanan nilai ( store value ) dan prevate payment yang pada hakekatnya identik dengan fungsi Standart Of Deffeered Payment pada uang secara umum.
7.      Faktor Dimungkinkannya Penggunaan Berlapis Pihak Pemberi Jasa Hukum (lawyer) untuk Melakukan Penempatan Dana, dengan cara ini pihak penyimpan dana atau deposan bukanlah pemilik yang sesungguhnya. Deposan hanyalah bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk mendepositokan uang di suatu bank. Dengan kata lain, terjadi estafet berlapis – lapis, dan biasanya para penerima kuasa yang bertindak berlapis – lapis secara estafet itu adalah kantor – kantor pengacara.
8.      Faktor Adanya Ketentuan Peraturan Perundang – Undangan Tentang Keharusan Merahasiakan Hubungan Antara Lawyer Dengan Kliennya Dan Akuntan Dengan Kliennya, menurut hukum di beberapa negara maju seperti Swiss dan Australia kerahasiaan hubungan antara klien dan lawyer dilindungi oleh undang – undang. Para lawyer yang menyimpan dana simpanan atas nama kliennya, tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkapkan identitas kliennya.
9.      Faktor Tidak Bersungguh – Sungguhnya Pemerintah Dari Suatu Negara Untuk Membiarkan Praktek – Praktek Pencucian Uang, karena memperoleh keuntungan dari penempatan uang – uang haram di perbankan negara. Dana yang dikumpul sangat perlu untuk digunakan membiayai pembangunan, memperoleh keuntungan dari penyaluran dana, dan dapat memberikan kontribusi berupa pajak yang besar kepada negara.
10.  Faktor Belum Adanya Regulasi Yang Mengatur Tentang Pemberantasan Pencucian Uang Di Suatu Negara, hal ini dimungkinkan karena adanya keengganan dari negara untuk bersungguh – sungguh ikut memberantas money loundering. Faktor – faktor inilah yang membuat peluang melakukan tindak pidana Pencucian Uang semakin marak di berbagai negara – negara di dunia, salah satunya di Indonesia.

G.   Dampak Money Laundering di Dunia Perbankan Terhadap Perekonomian di Indonesia
      Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas dana antarnegara yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini di samping mempunyai dampak positif, juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana yang berskala nasional maupun internasional, dengan memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana (money laundering).
      Pada 22 Juni 2001 Indonesia pernah dimasukkan dalam daftar hitam sebagai Non Cooperative Countries and Territories atau kawasan yang tidak kooperatif dalam menangani kasus money laundering oleh Financial Action Task Force (FATF) sebab pada waktu itu Indonesia dikenal sebagai negara yang belum memiliki dan menerapkan undang-undang anti pencucian uang (money laundering). Akibat yang lebih buruk adalah jika citra negara di mata internasional pun menjadi tidak baik. Kondisi ini akan berdampak negatif bagi perekonomian negara sebab dapat mematikan bisnis pengusaha dalam negeri. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah mewajibkan bank untuk waspada terhadap berbagai upaya pemanfaatan lembaga perbankan sebagai sarana praktik money laundering.
      Kemudian sejak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 dan diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 serta Bank Indonesia mengeluarkan peraturan Nomor 3/10/PBI/2001, negara kita baru dianggap serius menanggulangi masalah money laundering. Pada saat ini undang-undang tentang money laundering di berbagai negara telah memperluas obyek pencucian uang tidak hanya yang berasal dari pemalsuan uang saja tetapi juga dari tindak pidana korupsi.
       Pencucian uang (money laundering) dapat berdampak negatif dengan hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak. Pencucian uang menghilangkan pendapatan pajak pemerintah dan dengan demikian secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur. Hal itu juga mengakibatkan pengumpulan pajak oleh pemerintah makin sulit. Dengan hilangnya pendapatan tersebut berarti tingkat pembayaran pajak yang didapat oleh negara lebih rendah daripada tingkat pembayaran pajak normal seandainya tidak terjadi pencucian uang terhadap uang pajak tersebut.
      Tidak ada negara di dunia ini termasuk Indonesia di era ekonomi global saat ini, yang bersedia kehilangan reputasinya sebagai akibat terkait dengan pencucian uang. Kepercayaan pasar akan terkikis karena kegiatan-kegiatan pencucian uang dan kejahatan-kejahatan di bidang keuangan (financial crimes) yang dilakukan di negara yang bersangkutan. Rusaknya reputasi sebagai akibat kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengakibatkan negara kehilangan kesempatan-kesempatan masuknya para investor asing ke dalam negeri sehingga hal tersebut dapat mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

H.   Upaya  Perbankan Untuk Mencegah Kegiatan Money Laundering

      Sebagai upaya untuk mencegah Tindakan Pencucian Uang melalui transfer dana, Terdapat beberapa ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung dapat mencegah, mengurangi atau memberantas kegiatan money laundering secara administratif. Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan untuk mencegah kegiatan pencucian uang adalah Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
      Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengetahui sejauh mungkin identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk kegiatan pelaporan terhadap transaksi yang mencurigakan. Penerapan prinsip mengenal nasabah ini meliputi, baik nasabah bank biasa (face to face customer), maupun nasabah bank tanpa berhadapan fisik (non face to face customer), seperti nasabah yang melakukan transaksi melalui telepon, surat-menyurat, dan elektronik dalam perbankan (electronic banking). Prinsip Mengenal Nasabah ini merupakan rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).
Di Indonesia tindakan money laundering ini diancam dengan hukum pidana setelah DPR mengeluarkan UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 pasal 2 tentang money laundering, negara kita menetapkan bahwa batas minimum jumlah yang dapat diputuskan sebagai transaksi tindak pidana pencucian uang adalah Rp500.000.000,00. Pada pasal 13, ayat 1 menyatakan penyedia jasa keuangan seperti bank diwajibkan melaporkan transaksi yang mencurigakan dan dalam bentuk cash. Masyarakat juga harus wajib mendukung program pemerintah dalam tindakan anti pencucian uang ini, karena pelaku tindakan pencucian uang dapat dikenakan sanksi pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp.100.000.000,00 dan maksimal Rp.15.000.000.000,00. Sanksi pidana tersebut diberikan kepada:
1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pencucian uang.
2. Setiap orang yang menerima hasil tindakan pencucian uang.
3. Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai dalam bentuk rupiah                       minimal sebesar Rp.100.000.000,00 atau dalam mata uang asing yang                     setara, yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah Republik Indonesia.

Dengan berlakunya undang-undang dan peraturan tersebut bank diharapkan mengenalan mengetahui identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Bila hal ini tidak diperhatikan oleh pihak bank, maka bank tersebut dihadapkan pada sejumlah risiko seperti hukum, reputasi operasional dan konsentrasi pendanaan. Selain aspek kehati-hatian di atas, hal ini juga berkaitan dengan aspek sistem keuangan karena perbankan merupakan mayoritas dari sistem keuangan di negara kita. Dengan melindungi sistem perbankan dari praktik money laundering ini, sama artinya kita menjaga reputasi sistem keuangan yang membanggakan negara kita.
 Pandangan seperti di atas kadang kala tidak disadari oleh masyarakat termasuk dunia perbankan itu sendiri dengan maksud kebijakan Bank Indonesia yang sudah didukung oleh undang-undang tersebut harus dipatuhi oleh semua pihak, terutama oleh pihak bank. Di samping itu setiap ada laporan kecurigaan adanya money laundering oleh pihak bank atau adanya laporan dari pihak lain bahwa bank tertentu melakukan kegiatan money laundering hendaknya ditanggapi dengan serius oleh Bank Indonesia dan harus dibuktikan. Apabila bank tersebut terbukti melakukannya maka perlu diumumkan kepada publik (masyarakat), agar masyarakat dapat mengetahui bank-bank mana saja yang melakukan money laundering tersebut.
Demi kepentingan nasional yang lebih besar, negara telah menetapkan sanksi dalam praktik money laundering yang tengah terjadi di lembaganya. Sanksi yang tegas diberikan pula kepada bank-bank yang dengan sengaja melalaikan kewajiban kewaspadaan yang telah diatur di dalam undang-undang. Dengan demikian, jika bank terlibat baik secara langsung atau tidak langsung dalam praktik money laundering, bank harus menanggung risiko hukum yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Lembaga perbankan mempunyai peranan penting dalam mencegah atau mendeteksi arus uang kotor yang mencoba masuk ke dalam sistem keuangan. Melalui lembaga perbankan inilah pada umumnya pelaku kejahatan pertama kali melakukan penempatan dana hasil kejahatannya. Oleh sebab itu, sebagai salah satu penyedia jasa keuangan, bank diwajibkan berperan aktif melaksanakan upaya pencegahan dan pemberantasan praktik money laundering. Peran aktif lembaga perbankan salah satunya dilakukan dengan menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) apabila bank menaruh curiga terhadap transaksi perbankan yang dilakukan oleh nasabahnya.
Selain menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan, peran aktif lembaga perbankan dilakukan juga dengan menyampaikan laporan yang berkenaan dengan transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabahnya secara tunai dalam jumlah kumulatif Rp.500.000.000,00 atau dalam mata uang asing yang nilainya setara, baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja. Tindakan pelaporan dan pemberian informasi yang dilakukan oleh bank sebagai bukti pelaksanaan kewajiban berperan aktif memberantas praktik money laundering dan dilindungi oleh undang-undang sehingga bank dan petugas pelapor tidak melanggar ketentuan rahasia bank. Adanya perlindungan tersebut bertujuan agar bank tidak ragu untuk mengungkapkan informasi-informasi yang berkenaan dengan nasabahnya yang berdasarkan ketentuan rahasia bank wajib untuk dilindungi.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
            Perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan telah mendorong dijadikannya bank sebagai sarana dalam kegiatan pencucian uang. Pencucian uang (money laundering) dapat berdampak negatif dengan hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak. Selain itu, dengan adanya tindakan pencucian uang (money laundering), dapat memengaruhi kepercayaan dunia internasional terhadap negara yang bersangkutan.
            Guna mencegah pemanfaatan bank sebagai sarana kegiatan pencucian, maka bank perlu menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), yang merupakan rekomendasi dari Financial Action Task Force dan the Basel Committee. Dengan keberadaan Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering dan Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah diharapkan akan dapat mencegah terjadinya kegiatan pencucian uang, khususnya yang menggunakan sarana perbankan.
Di samping itu dengan keberadaan ketentuan tersebut diharapkan dapat memerangi tindak pidana yang merupakan sumber dana pencucian uang, misalnya korupsi. Instansi perbankan diharapkan tidak lagi digunakan sebagai sarana untuk berkembangnya kegiatan pencucian uang. Terlebih lagi kepentingan Indonesia untuk dapat diterima dengan baik di dunia internasional, sehingga pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat berjalan dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Anne, 2015. PENCUCIAN UANG TAHAP-TAHAP DAN MODUSNYA  http://sipencuciuang. blogspot.co.id/2015/08/pencucian-uang-dan-modusnya.html (Diakses 25 Maret 2016)
Rochayatun, Umi, 2014, PENCUCIAN UANG DALAM PERBANKAN http://umirochayatun. blogspot.co.id/2014/11/makalah-pencucian-uang-dalam-perbankan.html (Diakses 25 Maret 2016)
Wikipedia,2015, PENCUCIAN UANG  https://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang (Diakses 27 Maret 2016)
Wordpress, 2007, PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENCUCIAN UANG DI PERBANKAN  https://sudiharsa.wordpress.com/2007/06/20/pencegahan-dan-pemberantasan-pencucian-uang-di-perbankan/ (Diakses 28 Maret 2016)










Comments

Popular posts from this blog

Melody & Chord Gitar : Wali Band - Yank

Intro : 4.6 3.6 3.6 2.5 2.9 2.7 2.5 2.7 2.5 2.4 2.4 2.5 2.7 2.5 2.4 2.2 2.9 2.7 2.5 2.4 2.5 2.4 2.5 3.6 2.4 2.5 3.6 3.6 2.5 2.9 2.7 2.5 2.7 2.5 2.4 2.7 2.7 2.5 2.4 2.5 2.4 2.5 3.6 2.7 2.5 2.4 2.2 2.0 2.2 F#m C#m yang.....coba kau jujur padaku F#m C#m yang.....foto siapa di dompetmu F#m C#m yang.....kok kamu diam begitu F#m G# sa..yang.. jawab atau aku pergi sayang Reff : C#m aku tak mau bicara B sebelum kau cerita semua F#m apa maumu siapa dirinya G# tak betah bila ada yang lain C#m jangan hubungi aku lagi B ini bisa jadi yang terakhir F#m aku ngerti kamu kau tak ngerti aku G# sekarang atau tak selamanya C#m B A B C#m F#m C#m yang....jangan kira aku tak tahu F#m C#m yang....tak mudah kau bodohiku F#m C#m yang....tolong dengarkanlah aku F#m ...

Chord & Tab Gitar : Mujhse Dosti Karoge

Chord & Tab Gitar : Mujhse Dosti Karoge - Mujhse Dosti Karoge Intro : e-3-5-6--3-5-6--3-5-3/1------- B------------------------------ G------------------------------ D------------------------------ A------------------------------ E------------------------------ e-1-3-5--1-3-5--1-6-5-3-3----- B------------------------------ G------------------------------ D------------------------------ A------------------------------ E------------------------------ Strum G major Few times..(listen to da song) Strum G, F, and G major few times (listen to da song) song starts.... G.....................................F.... keh do ki tum mere dil mein rahoge F.....................................G.... keh do ki tum mujhse dosti karoge repeat 2X C............G............F..................G.... .. Dekhungi, sochungi, kal parso kuch kahungi

Chord Gitar : Souqy - Jelas Sakit Hati

Chord Gitar : Souqy - Jelas Sakit Hati Intro: AmDm G C F Dm E Am Am Dm  Mengapa ku terus memimpikanmu G C Mengapa aku menangis untukmu F Dm Mengapa ku slalu tersakiti E A Mengapa aku berharap padamu Dm G  Jelas-jelas aku tak memikirkan aku C F Jelas-jelas kau tak menginginkan aku Dm E Am Jelas-jelas kau tak pernah menganggapku…. Ada…. Am Dm Mungkinkah ini sudah jalan takdirku G C Oh mungkinkah… ini memang yang terbaik untukku F Em A Namun tak kuasa aku bila terus-terus begini Dm G E Aku tak sanggup…. Sungguh aku tak sanggup…. Bridge: Am Dm G C Bm Am Dm E Reff: Am Dm Mengapa ku terus memimpikanmu G C Mengapa aku menangis untukmu F Dm Mengapa ku slalu tersakiti E A Mengapa aku berharap padamu Dm G  Jelas-jelas aku tak memikirkan aku C F Jelas-jelas kau tak menginginkan aku Dm E Am Jelas-jelas kau tak pernah menganggapku…. Ada….